Jumat, 27 Oktober 2017

CYBERLAW



CYBERLAW

PENDAHULUAN
(Studi Kasus Sindiran di Twitter)



      Landasan Teori
Seiring dengan perkembangan jaman banyak cara yang dilakukan dalam kejahatan di dunia maya atau Cybercrime. pengertian dari cybercrime itu sendiri adalah tidak criminal yang  dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama.  Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer  khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang  memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan  teknologi internet. Tapi jangan takut karena kejahatan jenis ini juga bisa meninggalkan jejak  yang sangat membantu para penyidik. Berikut saya akan memaparkan beberapa kasus yang terjadi dalam dunia maya. 
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.

Cyber Law juga didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi). Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace. Cyberspace berakar dari kata latin Kubernan yang artinya menguasai atau menjangkau. Karena ”cyberspace”-lah yang akan menjadi objek atau concern dari ”cyber law”. 


     Batasan Masalah
Dalam penulisan ini, hanya membatasi Definisi dari Cyberlaw, kasus-kasus cyberlaw, perkembangan cyberlaw di Indonesia.
Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu cyberlaw.
2.      Mengetahui kasus-kasus cyberlaw.
3.      Perkembangan cyberlaw diindonesia.
4.      Cyberlaw di beberapa Negara.
5.      Ruang Lingkup Cyberlaw.
6.      Asas-asas cyberlaw.
7.      Teori-teori cyberlaw.

   Metode Penulisan

Dalam penulisan ini digunakan metode studi pustaka, dimana dalam kegiatannya penulis melakukan beberapa pendekatan dengan membaca artikel pada website mengenai Cyberlaw, serta mempelajari bagaimana cara mengatasi masalah tersebut. Serta dilakukannya studi kasus dengan menganalisis data yang ada dengan kasus yang sesuai.

LANDASAN TEORI
Definisi Cyberlaw

Cyber Law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.

     Kasus-Kasus Cyberlaw dan Hukumnya
Penyebaran Virus
Virus dan Worm mulai menyebar dengan cepat membuat komputer cacat, dan membuat  internet berhenti. Kejahatan dunia maya, kata Markus, saat ini jauh lebih canggih. Modus : supaya tidak terdeteksi, berkompromi dengan banyak PC, mencuri banyak identitas dan uang sebanyak mungkin sebelum tertangkap.Penanggulangan : kita dapat menggunakan anti virus untuk mencegah virus masuk ke PC. Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009. Twitter ( salah satu jejaring sosial ) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang  mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan mengjangkit semua followers. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di seantero jejaring sosial. Twitter ta kalah jadi target, pada Agustus 2009 di serang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.Analisa Kasus : menurut kami seharusnya para pengguna jejaring sosial harus berhati-hati dengan adanya penyebaran virus yg disengaja karena akan merusak sistem jaringan komputer kita. Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut.Adapun Hukum yang dapat menjerat Para Penyebar Virus tersebut tercantum dalam UU ITE pasal 33 yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah.

 Spyware                             

Sesuai dengan namanya, spy yang berarti mata-mata dan ware yang berarti program, maka spyware yang masuk dalam katagori malicious software ini, memang dibuat agar bisa memata-matai komputer yang kita gunakan. Tentu saja, sesuai dengan karakter dan sifat mata-mata, semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan si empunya. Setelah memperoleh data dari hasil monitoring, nantinya spyware akan melaporkan aktivitas yang terjadi pada PC tersebut kepada pihak ketiga atau si pembuat spyware. Spyware awalnya tidak berbahaya karena tidak merusak data seperti halnya yang dilakukan virus. Berbeda dengan virus atau worm, spyware tidak berkembang biak dan tidak menyebarkan diri ke PC lainnya dalam jaringan yang sama . Modus : perkembangan teknologi dan kecanggihan akal manusia, spyware yang semula hanya berwujud iklan atau banner dengan maksud untuk mendapatkan profit semata, sekarang berubah menjadi salah satu media yang merusak, bahkan cenderung merugikan. Penanggulangan: Jangan sembarang menginstall sebuah software karena bisa jadi software tersebut terdapar spyware.

Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.

Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Thiefware

Difungsikan untuk mengarahkan pengunjung situs ke situs lain yang mereka kehendaki. Oleh karena itu, adanya kecerobohan yang kita lakukan akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Apalagi jika menyangkut materi seperti melakukan sembarangan transaksi via internet dengan menggunakan kartu kredit atau sejenisnya. Modus : Nomor rekening atau kartu kredit kita akan tercatat oleh mereka dan kembali dipergunakan untuk sebuah transaksi yang ilegal. (Dari berbagai sumber) penanggulangan : jangan sembarang menggunakan kartu kredit dalam transaksi internet, karena bisa jd no rekening kita disadap oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 31 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengaskses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya.
Atau
Pasal 31 (2) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntunga.

Dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

  Perkembangan Cyberlaw di Indonesia

Perkembangan Cyber Law di Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan telah internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju.
Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan Cyber Law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :
• Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet;
• Perjanjian pembuatan desain home page komersial;
• Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server;
• Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet;
• Pemberian informasi yang di-update setiap hari oleh home page komersial;
• Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.
Fungsi-fungsi di atas merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya di dalam perkembangan selanjutnya, setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin. Maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.
Cyberlaw dibeberapa negara

Cyber Law di Indonesia
Indonesia memang baru belakangan ini serius menanggapi kejadian-kejadian yang ada di dunia maya. Dari dulu undang-undang untuk dunia cyber dan pornografi hanya menjadi topik yang dibicarakan tanpa pernah serius untuk direalisasikan. Tapi sekarang Indonesia telah memiliki Cyberlaw yang biasa disebut UU ITE.
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya. Mungkin anda sedikit malas membaca pasal-pasal ITE yang tidak sedikit itu sehingga secara garis besar UU ITE dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
  • Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
  • UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayahIndonesiamaupun di luarIndonesiayang memiliki akibat hukum diIndonesia
  • Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
  • Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
1.Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
2.Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
3.Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
4.Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
5.Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
6.Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
7.Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
8.Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
Namun UU ITE Indonesia masih banyak harus mengalami revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya aturan-aturan untuk pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming, penyebaran spam sangat mengganggu pengguna internet.
Namun UU ITE Indonesia masih banyak harus mengalami revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya aturan-aturan untuk pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming, penyebaran spam sangat mengganggu pengguna internet.

Cyber Law di Malaysia

Malaysia adalah salah satu negara yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen.
Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Dan Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.
Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Tapi kali ini saya hanya membahas tentang Computer Crime Act, karena kita lebih fokus pada cybercrime. Secara umum Computer Crime Act, mengatur mengenai:
·         Mengakses material komputer tanpa ijin
1.      Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
2.      Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
3.      Mengubah / menghapus program atau data orang lain
4.      Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

Cyber Law di Negara Singapore

The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
·         Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
·         Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik  yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan perdagangan elektronik;
·         Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
·         Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
·         Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
·         Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
·         Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
·         Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
·         Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.

Cyber Law di Negara Amerika

Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.

Ruang Lingkup Cyber Law

       Pembahasan mengenai dengan ruang lingkup "cyber law" dimaksudkan sebagai interventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan internet. secara garis besar ruang lingkup "cyber law" ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau aspek hukum dari :
  • E-Commerse
  • Tradmark/Domain Names
  • Privacy and Scurity on the Internet
  • Copyright
  • Defamation
  • Content Regulations
  • Disptle Settlement, Dan lain-lain.
Asas-asas Cyber Law

      Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan yaitu :
  • Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum yang ditentukan berdasarkan tempat perbuatan yang dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain.
  • Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatanitu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
  • nationality, yang menentukan bahwa negara mwmpunyai juridiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan yang pelaku.
  • passive nationality, yang menekankan juridiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
  • protective principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
  • universality, asas ini selayaknya memperoleh perhatian kusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai "universal interest juridiction". pada mulany asas iini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas  sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan genosida,pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun dimaa mendatang asas juridis universa ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking dan viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan hukum international. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda denag hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah . Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi  oleh screen dan password. Secara radical, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physicallocation.
Teori-teori cyber Law 

      Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :
  • The Theory of the uploader and the downloader, berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilyahnya , kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk oplading  kegiatan perjudian atau kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah suatu negara pertama yang menggunakan juridiksi ini.
  • The theory of law of the server, pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara physic berlokasi, yaitu diman mereka dicatat sebagai data electronic. Menurut teori ini sebuah weppages yang berlokasi diserver pada standford university tunduk terhadap hukum california. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam juridiksi asing.
  • The Theory of Internationalsapce, ruang cyber dianggap sebagai the fourth space.Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat international, yakni soveregnless quality.
STUDI KASUS

Contoh studi kasus yang diambil pada tahun pada tahun 2012, Kicauan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana di situr jejaring sosial Twitter rupanya membuat gerah kalangan advokat. Kicauan yang menyindir advokat terdakwa koruptor pun berbuntut dilaporkannya Denny ke aparat kepolisian.
Pelapor yakni advokat OC Kaligis yang kerap menangani kasus-kasus para koruptor. Kaligis melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya pada Kamis (23/8/2012) siang ini. "Di twitter beredar advokat koruptor sama dengan koruptor itu sama saja penghinaan. Jadi disini dilaporkan atas dasar penghinaan," ujar Kaligis, Kamis malam saat dihubungi wartawan.
Laporan Denny dicatat dalam laporan polisi Nomor TBL/2919/VII/2012/2012/PMJ/Ditreskrimum. Adapun, kicauan twitter Denny yang dimaksud Kaligis menghina para advokat yakni "Advokat koruptor adalah koruptor. Yaitu Advokat yang asal bela membabi buta. yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi".
Kaligis menilai tindakan Denny yang kini menjabat publik sangat tidak pantas untuk dilakukan. Apalagi, Denny kini menjadi pejabat teras di Kemenhuk HAM. Menurut Kaligis, kicauan itu hanya menunjukkan bahwa Denny tidak paham hukum.
"Masa wakil menteri tidak bisa mengerti hukum dan mempertontonkannya di muka publik. Itu memalukan," ucap Kaligis.
Kaligis melanjutkan, sikap advokat yang membela kliennya yang menjadi terdakwa kasus korupsi sebenarnya sudah menjadi tugas dan kewajiban yang tertuang dalam pasal 54 dan 56 KUHP yang menyebutkan wajib membela orang.
Kaligis menambahkan, kicauan Denny tersebut sudah melanggar asas praduga tak bersalah. Di dalam laporan polisi yang dibuat Kaligis, Denny diduga telah melanggar pasal 310, 311 dan 315 KUHP juncto pasal 22 dan 23 UU no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Dari Kasus diatas dapat di analisa bahwa tulisan yang dibuat di dunia maya yang kita buat jangan sampai menyakiti hati orang lain dan menghina orang lain, khusunya tulisan kita di media social karena adanya nya hukum cyber yang harus kita taati. Bila kita melanggar akibatnya bisa sangat membahayakan diri kita. Pada hokum cyber ada beberapa pasal yang ada yaitu 1.Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan) 2.Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan) 3.Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)4.Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking) 5.Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi) 6.Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia) 7.Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))8.Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?)). Jika melanggar pasal pasal yang disbutkan termasuk pasal-pasal yang di sebutkan pada kasus kicauan di twitter denny indrayana yang dilaporkan oleh oc kaligin. Dikarenakan kiacuan pada media social twitter telah melanggar ham pada duinia virtual. Kata-kata yang dituliskan denny indrayana adalah  Advokat koruptor adalah koruptor. Yaitu Advokat yang asal bela membabi buta. yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupusi. Kata-kata tersebut memanglah sangat tidak pantas untuk di publikasikan di media social twitter, karena pasti ada beberapa orang yang membacanya dan merasa tersindir dengan kata-kata yang di ungkap kan. Hanya karena kata-kata yang kurang mengenakan di media social bisa menjadi boomerang bagi si penulis tulisan tersebut,dikarenakan adanya hokum cyber yang bisa membuat si penulis terkena tindak pidana. Dan pada akhirnya dia bisa saja masuk penjara, karena ada orang yang melaporkan kicauan nya tersebut ke aparat penegak hokum. Jadi saran saya. Jaga lisan dan tulisan kita pada dunia maya dan dunia nyata. Karena adanya cyberlaw kita harus mematuhinya agar tidak terkena kasus seperti kasus yang dibicarakan diatas. Maka dari itulah etika sangat penting bagi setiap manusia. Agar hidup yang dijalani menjadi lebih baik dan haqiqi.

 REFERENSI :

https://ggdlmnt.wordpress.com/2016/08/26/perbandingan-cyber-law-di-beberapa-negara/
https://cipluk2bsi.wordpress.com/perkembangan-cyber-law-di-indonesia/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber
http://catatankreativitas.blogspot.co.id/
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/24/0118321/Sindir.di.Twitter.Denny.Indrayana.Dilaporkan.OC.Kaligis.ke.Polisi.
http://tugas-eptik-bsi.blogspot.co.id/2014/04/contoh-kasus-yang-menyangkut-cyber-law.html
http://diditpermadi18.blogspot.co.id/p/beberapa-contoh-kasus-cyber-law-dan.html
https://ryukicyber.wordpress.com/2015/05/21/kasus-cyber-crime-di-indonesia/